5 TNI Berpengaruh di Indonesia
1.
Letnan Jenderal Urip Sumohardjo
Jenderal Oerip Soemohardjo (EYD: Urip
Sumoharjo; lahir 22 Februari 1893 – meninggal 17 November 1948 pada umur 55
tahun) adalah seorang jenderal dan kepala staf umum Tentara Nasional Indonesia
pertama pada masa Revolusi Nasional Indonesia. Lahir di Purworejo, Hindia
Belanda, Oerip kecil adalah anak nakal yang sudah memperlihatkan kemampuan
memimpin sejak usia dini. Orangtuanya menginginkan dirinya untuk mengikuti jejak
kakeknya sebagai bupati, oleh sebab itu, setamat sekolah dasar, ia dikirim ke
Sekolah Pendidikan Pegawai Pribumi (OSVIA) di Magelang. Ibunya wafat saat ia
menjalani tahun kedua di sekolah, dan Oerip berhenti sekolah untuk mengikuti
pelatihan militer di Meester Cornelis, Batavia (kini Jatinegara, Jakarta).
Setelah lulus pada tahun 1914, ia menjadi letnan di Koninklijk
Nederlands-Indische Leger (KNIL), tentara pemerintah kolonial Belanda. Bertugas
selama hampir 25 tahun, ia ditempatkan di tiga pulau berbeda dan dipromosikan
beberapa kali, dan akhirnya menjadi perwira pribumi dengan pangkat tertinggi di
KNIL.
2.
Panglima Besar Jendral Sudirman
Beliau lahir pada tanggal 24
Januari pada tahun 1916 di kota Purbalingga, tepatnya di Dukuh Rembang. Beliau
lahir dari sosok ayah yang bernama Karsid Kartowirodji, danseorang ibu yang
bernama Siyem. Ayah dari Sudirman ini merupakan seorang pekerja di Pabrik Gula
Kalibagor, Banyumas, dan ibunya merupakan keturunan Wedana Rembang. Jendral
Sudirman dirawat oleh Raden Tjokrosoenarjo dan istrinya yang bernama
Toeridowati.
Profil dan Biografi Jenderal
Sudirman mengenyam pendidikan keguruan yang bernama HIK. Beliau belajar di
tempat tersebut selama satu tahun. Hal ini beliau lakukan setelah selesai
melaksanakan belajarnya di Wirotomo. Sudirman diangkat menjadi seorang Jendral
pada umurnya yang menginjak 31 tahun. Beliau merupakan orang termuda dan
sekaligus pertama di Indonesia. Sejak kecil, beliau merupakan seorang anak yang
pandai dan juga sangat menyukai organisasi. Dimulai dari organisasi yang
terdapat di sekolahnya dahulu, beliau sudah menunjukkan criteria pemimpin yang
disukai di masyarakat. Keaktifan beliau pada pramuka hizbul watan menjadikan
beliau seorang guru sekolah dasar Muhammadiyah di kabupaten Cilacap. Lalu beliau
berlanjut menjadi seorang kepala sekolah.
3.
Djenderal Major TB Simatupang
Letnan Jenderal TNI (Purn) Tahi
Bonar Simatupang atau yang lebih dikenal dengan nama T.B. Simatupang (lahir di
Sidikalang, Sumatera Utara, 28 Januari 1920 – meninggal di Jakarta, 1 Januari
1990 pada umur 69 tahun) adalah seorang tokoh militer dan Gereja di Indonesia.
Simatupang ditunjuk oleh Presiden
Soekarno sebagai Kepala Staf Angkatan Perang Republik Indonesia (KASAP) setelah
Panglima Besar Jenderal Soedirman wafat pada tahun 1950. Ia menjadi KASAP
hingga tahun 1953. Jabatan KASAP secara hirarki organisasi pada waktu itu
berada di atas Kepala Staf Angkatan Darat, Kepala Staf Angkatan Laut, Kepala
Staf Angkatan Udara dan berada di bawah tanggung jawab Menteri Pertahanan.
Simatupang meninggal dunia pada
tahun 1990 di Jakarta dan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibata. Pada
tanggal 8 November 2013, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberikan gelar
Pahlawan Nasional kepada TB Simatupang. Saat ini namanya diabadikan sebagai
salah satu nama jalan besar di kawasan Cilandak, Jakarta Selatan.
4.
Jenderal TNI Abdul Haris Nasution
lahir di Kotanopan, Sumatera
Utara, 3 Desember 1918 – meninggal di Jakarta, 6 September 2000 pada umur 81
tahun) adalah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu
tokoh yang menjadi sasaran dalam peristiwa Gerakan 30 September, namun yang
menjadi korban adalah putrinya Ade Irma Suryani Nasution
Jenderal Besar TNI Purn. Abdul
Haris Nasution dikenal sebagai peletak dasar perang gerilya dalam perang
melawan penjajahan Belanda yang tertuang dalam buku yang beliau tulis berjudul
"Strategy of Guerrilla Warfare". Buku yang kini telah diterjemahkan
ke dalam berbagai bahasa asing dan menjadi buku wajib akademi militer di
sejumlah negara, termasuk sekolah elite bagi militer dunia, West Point Amerika
Serikat.
Meski pernah menuai kecaman atas
perannya sebagai konseptor Dwi Fungsi ABRI yang dikutuk di era reformasi, jasa
besar beliau tak dapat dilepaskan dari perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI
hingga masa Orde Baru. Dwi Fungsi ABRI akhirnya dihapus karena desakan gerakan
reformasi tahun 1998. Dwi Fungsi ABRI dianggap sebagai legalitas tentara untuk campur tangan dengan
urusan politik di Indonesia sehingga memunculkan pemerintahan otoriter dan
represif.
5.
Laksamana Udara Suryadi Suryadarma
Laksamana Udara TNI (Purn.)
Soerjadi Soerjadarma (lahir di Banyuwangi, Jawa Timur, 6 Desember 1912 –
meninggal di Jakarta, 16 Agustus 1975 pada umur 62 tahun[1]) adalah Kepala Staf
TNI Angkatan Udara dari 1946 hingga 1962.
Pada 1 September 1945 ia ditugaskan
membentuk AURI oleh Presiden Soekarno dan diangkat sebagai KASAU (Pertama) pada
9 April 1946. Pada 18 Februari 1960, selain sebagai KASAU jabatannnya
ditingkatkan sebagai Menteri/Kastaf AURI.
Suryadi Suryadarma sebagai
pendiri dan Bapak AURI – tidak hanya berperan dalam mengembangkan dunia
dirgantara pada bidang kemiliteran, namun juga sebagai pelopor pada penerbangan
komersial. Tidaklah berlebihan kalau dikatakan, Suryadarma telah menjadikan
dirgantara sebagai bagian dari hidupnya.
Tidak ada komentar: